Selasa, 03 Januari 2017

Meratapi kebahagiaan

Dibawah daun ...
Ada bulan bersinar terangnya..,
Lalu mengapa hujan?
Dia disisi ku, jadi nya indah...

Kufahami tekstur wajahnya..
Gerak tubuh hingga ritme nafasnya..
Subhanallah.. jiwaku tertinggal disana.. iya disana..

Daun.. angin.. hujan... dia...
Indah...

Lalu senyumku terrenggut.. sesuatu merebutnya dari ku..
Dia menghilang seketika.. hanya seketika..
Lalu kembali lagi padaku..
Pedih,, Tuhanku, lalu aku harus apa?

Menari saja.. membawa nada Mu dalam darahku
Membiarkannya tenggelam dalam detak jantungku..
Merelakannya menetes dalam ratapan kebahagiaan...

Aku dekap Kau atas keindahanMu..
Sempitnya waktu akan kunikmati, memujaMu dalam keheningan..
Merelakan ketentuanMu, meski pedih..
Tuhan... aku mohon, cintai lah orang yang mencintaiku karena Mu...

---kodok----





Kadang mungkin mengikhlaskan sesuatu adalah jalan yg teraman dan ternyaman. Tubuh terasa dipenuhi "keakuan" tak mampu mengangkatnya satu persatu.
Bahkan sering terlupa bahwa hidup tak selamanya tertuju kepada satu arah pandang. Menikmati rasa bukan mencoba.. mensyukuri saat, bukan memaksa...

Lalu bertanya tanpa harapan. Helpless... layaknya sayap pada burung yang tak tau dibawa kemana, terbang saja. Segala sesuatu akan memilih jalannya. Maka tak harus dipaksa. Meski hanya oleh rasa.

Buka mata, jelaskan pada NYA bahwa tak perlu memohon pun DIA tau apa yg ada. Elegi yang tercipta hanya kreasi manusia. Bahkan denyut nadi dapat dimanipulasi, tapi jiwa, begitu adanya. Biarkan memilih. Bermain dalam keprematuran sangat riskan. Menari lah, tapi bayangkan dulu musiknya.. seperti itu saja... dia pasti tauu.. dia pastii tauuu.. dan Ia mengijinkannya..





Tidak ada komentar:

Posting Komentar